ada yang bilang “sinkronisitas.”
some other said, it’s “intuition.”
aku menyebutnya, “bahasa semesta.”
some said, “sign.”
um… sebelum sesi curhat dan berkeluh kesah di mulai, ada baiknya i’m warning you bahwa satu postingan ini akan berada jauh sekali dari area logika dan akal sehat. (i already warning you lho ya 😛 ).
yup, intuisi mungkin lebih familiar dan lebih mudah dimengerti (walopun menurutku sikronisitas dan intuisi tidak bisa disamakan ya, mirip tapi tidak sama).
beberapa minggu terakhir ini, at least 3 minggu terakhir ini, bahasa semesta selalu kuat terasa berada di satu masa lalu. ya, ya ini tentang dia-yang-namanya-tidak-boleh-disebut-di-sini, you-know-who tokh?
namanya bertebaran di mana-mana.
kota tempat dia lahir dan domisilinya sekarang juga bertebaran di mana-mana.
mendadak ada tpun dari kota tempat domisilinya sekarang which is ternyata salah sambung (but still it’s one important point for me).
bersinggungan dengan beberapa individu baru yang selalu punya satu persamaan dengannya, persamaan-persamaan yang kadang kecil dan tak berarti tapi selalu mendadak muncul tanpa aku cari (apapun itu, you named it lah).
pergi ke satu rumah asing untuk pertama kalinya dan DANG! cucu si empunya rumah has the same name with him, itu satu. keluar rumah, berpapasan dengan tamu tuan rumah yang baru memarkir mobil dan DANG! nopol mobilnya adalah nopol daerah domisilinya sekarang.
randomly order dan bener-bener gag sengaja karena males dan blank mau ngapain, lalu mengeklik url apapun yang ada di depan mata dan DANG! ada persamaan dengan you-know-who tersebut.
dan masih banyak hal laen. hal-hal kecil dan sumpe deyh, gag berarti sama sekali tapi still it’s one thing for my broken brain 😛 .
kangen?
hm… i’m positively menyimpulkan bahwa bahasa semesta ini sama sekali tidak berkaitan dengan hati, rasa, apalagi kangen. tidak, sama sekali tidak terkait.
karena datang dan munculnya benar-benar tidak diduga (ya, ya datang tak diundang, pulang tak diantar).
rasanya seolah gag diijinkan untuk benar-benar lupa karena beberapa minggu terakhir ini justru hati bener2 bersih dan tidak ada muatan apapun.
rasanya seperti ketika bunda di rumah kangen dan kepikiran aku dan aku juga mendadak terfokus ke bunda padahal kami tidak ada omongan sebelumnya tentang hati. tiba-tiba saja semua menuntun dan menggiring untuk, “hey, ada you-know-who dalam masa lalumu. inget, bukan?”
iya, pada awalnya langsung curiga dan men-judge diri sendiri bahwa aku kangen padanya tapi…berulang kali menanyakan dan menilai hati, no, i dont feel anything to him.
dan ketika semua bahasa semesta mengiring untuk ingat pun, i act normally. tidak down, tidak drop ataupun menangis hingga habis bergalon-galon air mata. i just smile easily and think, “oh, okay…so?”
ketika bercerita pada mas lagi ngapain pun lempeng aja akunya. bercerita dengan bike dan benar, lempeng dan jujur apa adanya. tanggapannya pun tenang, “apa mau tpun to dhek? tpun aja daripada penasaran.”
er… penasaran? penasaran atas?
no, i feel nothing.
maksudku, semua bahasa semesta itu cuman melintas dan lewat saja. aku pun melihat tanpa memalingkan muka atau menghentikannya. aku hanya melihat lalu tersenyum mempersilahkannya untuk lewat. tidak ada emosi sedikitpun ketika bersinggungan dengan bahasa semesta tersebut.
bahkan ketika secara fisik aku berada dekat dengan penanda keberadaannya, semisal batik motif megamendung itu, dan sebagainya. rasanya tetap tenang, asyik dan seru-seru saja.
tapi bahasa semesta itu tetap melintas dengan rajinnya sampai sekarang ini.
asumsi si mas lagi ngapain, “mungkin you-know-who yang kangen dirimu? dan berusaha keras menyambungkan rasa kangennya padamu?”
*tampar-tampar si mas*
hehehehehehe…
hm… iya kali yak? hihihihihihihihihihi… 😛
atau karena…
i see what i wanna see, i hear what i wanna hear?
but now without doing anything?
but still, it’s a sign, rite? the question is, sign of what?
hmm…
drop me a line or two ;)