talking about sinkronitas/pertanda/firasat/whatever, you named it lah *ya, ya, lagi-lagi topik ini*, rasanya beberapa hari terakhir ini benar-benar bikin emosi terbangun antara bete, lutju, nyebelin, gag masuk akal, dan menyenangkan (i dont know which one is more profound).
jika dalam dunia kartun, komik, dan animasi, aku akan menggambarkan diriku (dengan muatan emosi se-complicated di atas) sebagai sosok ibu-ibu yang memakai kebaya plus kain panjang, rambut digelung yang dari penampakan muka terlihat sangat kalem dan anggun dan tipikal wajah yang tidak beriak maupun bergejolak, yang mendadak mengikat ujung kebayanya, mengangkat kain panjangnya, lalu bergegas mendaki bukit dan begitu sesampainya di puncak si ibu itu hanya memandang kekejauhan dengan sinar mata yang setajam silet dan raut muka yang tetap dingin.
tidak ada kejadian yang ‘nendang’ dan ‘nonjok’ banget hanya saja, tamparan halus justru semakin sering terjadi tanpa melihat waktu dan tempat justru di saat sedang berada dalam lingkaran semangat 45 to get over it, all of it.
dan itu membuat emosi menjadi apa ya… bukan labil, alih-alih dari benci malah menjadi spicles karena merasa how funny it was.
no, i did not do anything juga karena i dont want to do anything, and i’m not supposed to do any kind of action. hanya boleh diam.
tapi bukannya keadaan menjadi tenang, keadaan malah bergolak dan jalan yang terbuka lebar di depanku adalah justru jalan di mana aku HARUS marah-marah dan membuat kekacauan lainnya.
seolah…
satu luka di punggung akibat tusukan dari orang yang dulunya kuanggap tidak akan pernah bisa menusukku dari belakang, yang akhir-akhir ini semakin cepat mengering, mendadak ada satu tangan tak bertuan yang menusukkan pisau yang lebih berkarat di bekas luka tersebut. in the same exact place.
haha! sakit tapi lutju karena aku tidak tahu tangan siapakah itu, aku juga heran kenapa aku hilang kewaspadaan, dan hebatnya lagi, semakin aku berkelit semakin sakit tusukan itu.
dan juga luka itu sudah tidak mengeluarkan darah, meskipun kadar perihnya masih sama.
apa memang aku seharusnya membuka jalur komunikasi dengan semua pihak yang terkait lalu memarahi mereka ya?
untuk apa?
untuk meminta penjelasan? lalu setelah itu apa lagi?
untuk menunjukkan kesalahannya? buat apa yak? kalo dia mah tipe yang gag bisa menerima masukan orang lain. selama bukan diana sendiri yang menyadari apa kesalahannya, gag guna juga aku meneriakkan daftar kesalahannya. so?
tapi ya itu, sinkronitas/pertanda/sign/energi… akhir2 ini berasa pekat banget terhubung padanya.
and some how, it’s scary.
anyway, kenapa tiger type terbaru semakin banyak berkeliaran di Surabaya ya? tipe terbaru dengan modifikasi yang 99% sama (windshield, knalpot, warna). brought a lot of memory dan jadi berpikir yang tidak-tidak 😀 .
hm… wondering, apa emang seharusnya i do something yak?
*berpikir*
naa… =; .
drop me a line or two ;)