Archive for August 13th, 2008

love in time of patient

Semarang, Thursday – 06.08.09

“istirahat yang banyak, ora usah dipikir maneh. besok kowe kudu1 segar dan tenang”, sambil ibu menggenggam erat tanganku dan menghadiahiku tatapan paling menentramkan untukku.

“ibu juga, sudah malam jadi ndak usah kepikiran lagi keperluan-keperluan buat besok. ada mba Ditha dan mba Mira. tidur ya, bu”, balasku.

tapi bu, boleh minta kelon2? kangen sama ibu”, dan ibu pun tertawa mahfum sambil memelukku erat. tak seberapa lama, desah nafas ibu terdengar semakin teratur dan semakin halus.

akhirnya, tiba juga saatku. saat aku sudah apatis dan semakin melupakan harapan tersebut.

tidak mudah jalan yang telah aku lalui untuk tiba di titik ini. bahkan luka-luka yang tertoreh selama perjalanan itu pun sampai saat ini masih belum sepenuhnya mengering, hanya saja aku memberanikan diriku.

Semarang, Friday – 24.11.2006

bunyi ringtone handphoneku pertanda ada tpun masuk. aku lirik layar dan tertera nama seorang teman kuliah sekaligus teman ngerumpi plus plus plus ku, Githa.

“ya jeng, ana apa tpun? tumben…”3

terdengar tawa renyahnya lalu rentetan kata-katanya yang selalu sukses mematikan apapun sindiran penuh kehangatanku dan berbalik menyindirku dengan tidak tanggung-tanggung. kupikir inilah salah satu bentuk kedekatan kami berdua, kedekatanku dengan beberapa teman dekat waktu kuliah yang sekarang sudah terpisah jarak. tidak peduli betapapun tajam kata-kataku, tapi mereka selalu tahu bagaimana cara untuk membalasnya dengan lebih kejamnya, haha…

jangan tanya, berbicara dan mengobrol dengan dia selalu tidak cukup hanya 10 menit atau 30 menit. setidaknya 1 jam atau hingga baterai salah satu dari kami ada yang drop, atau salah satu dari kami ada yang jejeritan, “kupingku sudah panas, arghgh! earphoneku entah di mana!” dan begitu kami tutup, hobi saling mengejek akan berlanjut menjadi dialog dalam sms.

seperti juga malam ini.

entah setan apa yang mengganggu Githa, sepertinya malam ini dia terserang penyakit mala rindu dengan masa-masa jahiliyah ketika kuliah dulu.

“eh, bu, gimana kabarnya Vita? mestinya sudah melahirkan, bukan?”

“iya ya, aku suwi ra tpun dheknen je. dadi ra ngerti4 kabar terbarunya.”

oalaah… sak kutha tapi kok ga nate kabar-kabari ki piye to? lek koyok aku sih yo mending, wong jatim versus jateng gini. dasar… hayuu… tpun Vita kono, takon kabare yoo… salam deyh.5

“inggih, inggih ndoro… mangke kula tpun diajeng Vita trus njenengan kula kabari.”6

“bagoooosss…hihihihihi…”

“dasar! wong7 katrok! dirimu dhewe lak yo isa8 tpun Vita to zaa…”

“hihihihi… hobiku kan menyusahkan dirimu to. kayak gag kenal aku aja 😀 “

ah, memang susah buat marah ke Githa. suaranya selalu menggambarkan dengan jelas bahwa dia sedang meringis atau meleletkan lidahnya merespons kemarahan pura-puraku ini. aku tau betapa ruginya untuk marah kepadanya. memang menyebalkan!

akibat obrolan tidak penting tersebut, Vita pun harus mengalah untuk aku sapa melalui sms saja (ya, pastinya karena si ibu dari surabaya itu memaksa diriku terus menerus untuk menghubungi Vita as soon as possible. demikian!)

“ciyeee… ibu muda melupakan teman-temannya. apa kabar, bu? gimana keluargamu? salam dari Githa.”

sent to: 081234*****

message delivered

tak berapa lama

1 new message

from: Vita – semarang

“maaf mba/bu, salah nomor.”

hah? salah nomor? enggak mungkin banget karena ini nomor Vita yang ter-uptodate.

“salah nomor gimana? ini nomor Vita teman kuliahku! ojo guyon to, Vit. iki Dia. moso’ lali karo konco dhewe.”9

sent to: Vita – semarang

message delivered

dan segera berbalas.

“beneran mba/bu. ini bukan nomor teman kuliahnya mba/ibu. saya Hariyanto Nugroho.”

dan aku tetap tidak percaya. karena dalam angkatan kuliahku, aku adalah miss-pengumpul-jejak-paling-uptodate. jadi tidak mungkin aku bisa salah menyimpan nomor handphone Vita. segera aku menekan tombol hijau dan memanggil nomor Vita – semarang tersebut.

“halo?”

benar, suara bariton seorang lelaki tak dikenal. dan itulah awal dari segalanya.

Semarang, Saturday – 02.12.06

“kamu ini kenapa kok deket-deket sama Agus, ha?! mau aku musuhi? mau aku diamkan?”

“lhoh, hak dan maksud kamu itu apa?”

“oh, yo wis lek ngono!”10

dan dia berlalu dari hadapanku dengan kepala mendongak. aku semakin tidak mengerti.

  1. dia dan aku hanya sebatas teman kerja.
  2. tidak pernah terucap janji maupun kata-kata mengikat dari mulutku untuknya maupun darinya untukku.
  3. untuk orang yang hanya sebatas teman kerja, kenapa dia merasa berkuasa untuk melarang dan membatasi pergaulanku?
  4. prinsip paling dasar antara kami beda dan jelas sekali tidak ada seorang dari kami mau mengalah.

“Di, ana apa siyh antara kamu karo Eko11? kok sikapnya seperti itu ke kamu”, bahkan rekan kerjaku yang lain pun hingga menanyakannya padaku.

“rak12 ngerti aku mba Ning, tau ah”, jawabku penuh ketidakmengertian.

dan sikap aneh ini terus berlanjut dengan diiringi tatapan penuh ketidakmengertian dari rekan-rekan kerjaku yang lain. aku masa bodoh untuk menyikapinya. dan bukankah memang tidak perlu aku tanggapi. buat apa?

mendadak handphoneku bergetar dengan iringan ringtone khas sms masuk. dari Hari yang mengajakku untuk pergi ke Gramedia. aku pun mengiyakannya. nanti siang, Hari akan menungguku di parkiran kantorku. katanya dia ingin membeli Al-Qur’an.

ya, semenjak aku salah nomor dulu, hubunganku masih tetap berlanjut dengan Hari.

4 tahun lebih tua dariku dengan pekerjaan yang sudah mapan dan pemikiran yang sangat dewasa dibandingkan aku. itulah sosok Hari di mataku.

20:00

hari yang melelahkan.

bentrok secara emosi dengan Eko. jalan-jalan yang sangat menyenangkan dengan Hari dan sekarang aku hanya merasa capek tapi entahlah, rasanya jalan-jalan siang tadi menghapus semua kebeteanku atas tingkah tidak masuk akalnya Eko dan hanya menyisakan rasa capek dan senang akibat berjalan-jalan dari satu toko buku ke toko buku yang lainnya dengan Hari tentunya.

tapi ada satu makhluk yang rupanya tidak rela membiarkan aku beristirahat cepat malam ini.

Andity Githanjali!

“ehm, capek apa senang? call me donk bu, gag ada pulsa pren nee 😀 “

argh, cewek ini memang tidak bisa jika tidak usil dan jahil! tapi rasanya aku pun pingin sharing euphoria berjalan-jalanku dengan Hari tadi siang.

“awas kalo keta…” belum selesai kalimat peringatanku untuk Githa tapi dia sudah tertawa terbahak-bahak menggelegar membahana di ujung sana, ugh!

“ciyeeee… yang baru kencan. first date nee yaaaaa. berbunga-bunga gag? jangan-jangan matahari di Semarang sekarang masih bersinar terang nee… hahahahahahahaha…”

oh, how i hate her when it comes to laugh at me!

“iya deyh, jeng, nyerah! iya, aku seneng, bahagia dan sekarang masih berbunga-bunga! puas kamu?!”

“hihihihi… iya, iya. tau kok. keliatan banget dari Surabaya 😀 . so, ceritanya gimana? gimana jalan-jalannya? gimana kesan tentang Hari?”

“um… orangnya kalem, dewasa, pikirannya lurus, religius, baik. dan aku seneng jalan sama dia, hihi…”

“duwh, ati2… jatuh cintanya jangan membuat jadi mata gelap yak 🙂 . so?”

“so? so apa, bu?”

“iya, so mau dikemanain menurutmu? yang kamu inginkan?”

“er… masih terlalu cepat kali ya. tapi ogah banget kalo buat main-main aja. titik. pokoknya gitu.”

“haha.. i know. ya sut, ati-ati dalam melangkah saja. i’m waiting for the next story aja deyh. a nice and good story tokh? amien. wis, gek ndhang13 istirahat yak”

iyo ki14… kesel banget, padahal mbecak15 cuman separuh hari ae 😀 . yo wis, suwun16 ya buu… doakan aku.”

“iyaa… hyuk dadah byubye.”

Semarang, Sunday – 24.01.07

“ya, sabar to. aku serius dan tidak berniat untuk bermain-main kok. tapi untuk memberi jawaban pasti, aku belum bisa. jawaban pasti seperti itu bagiku sudah sama dengan berjanji. aku takut.”

lha trus aku kudu piye, mas? karepe sampeyan ki piye to? trus gimana posisi Nia di sini? lek sampeyan bersikap podho ke Nia seperti juga ke aku, yo aku sing emoh. wegah!17

“gini lho, aku serius sama kamu tapi aku sendiri durung ngerti kapan isaku18. untuk hal seperti ini, aku punya patokan sendiri. sedangkan Nia, aku dhewe rak ngerti karepe opo je19. aku siyh menganggap dirinya sebatas teman saja.”

“ya sudahlah, terserah!”

“lho, ojo nesu to… aku rak main-main kok, tenanan iki.”20

………

Semarang, Monday – 02.07.07

“Di, teko ra21 ke resepsinya Eko besok sabtu?”

males ki mba, soale wonge hatine elekan gitu. trus juga wis rak sekantor maneh. sampeyan teko?”22

lek awakmu rak teko, aku yo ora. lek awakmu teko karo Hari, ako milih rak teko, aku emoh dadi obat nyamuk yo.”23

yo wis, rak usah teko yo kita berdua? nitip ae ya?24

akhirnya.

sent to: 0813306*****

“jeng, si E akhirnya nikah, aku diundang tapi males je. gag teko gag popo yo? males nyawang wonge.”25

message delivered.

dan untuk urusan sms, aku tau seberapa sigap nona satu itu.

1 new message

from: Githa – Surabaya

“teko karo Hari ae26. kenapa enggak? makan gratis dan belajar mengenai resepsi pernikahan 😀 eh, dilanjut lewat ym hyuk?”

me: tapi males. mengingat apa yang selama ini telah diperbuatnya padaku.

Githa: lha kalo E nikah kan yo berarti dirimu bener-bener terbebas darinya, bukan? wis ngono27 makan-makan gratis, siapa tau kehadiranmu juga membuat si E sadar diri dan insaf 😀

me: hmm… males ah. tapi aku nyuwun tulung28 yoo… jumat siang besok aku tpun or dimiskol mengko29 aku arep30 bersandiwara kalo sabtu pas jam resepsinya si E, aku juga ada acara nikahan temen kita di Temanggung sana dan aku milih teko ing resepsine kanca kuliah ae31. ya? ya? ya?

Githa: dont you think it’s too childish, ibu? etapi, demi bisa menertawakanmu siyh ya gpp, hihihihihihi…

me: wuaa… katrok! pokokmen32 jumat aku tunggu tpunmu ya… mengko33 tak kode dulu tapinya 😀

Githa: ahahahhahahahahahahahahahaha… oke deyh, asal jangan salahkan saia kalo tertawa terbahak-bahak lho yaa 😀

and yes, we did a great play on Friday. another reason why i love her.

Semarang, Tuesday 10.07.07

“selamat pagi”

“Dia ya?”

“iya, bapak. maaf, dengan siapa saya bicara?”

“wah, sombong. wis lali karo aku. wis ngono rak teko ing resepsi nikahanku.34

“oh”

rugi Di, gag isa ngincip makanan-makanan eropa ing resepsiku. awakmu yo rak weruh pas aku nuang anggur. rugi tenan lho.35

“ya, di resepsi berikutnya pasti juga ada tokh? mau ngobrol dengan siapa? aku lagi sibuk.”

“hee? yo wis, karo Sinta ae.36

segera kupanggilkan Sinta dan kuserahkan gagang telepon itu padanya. oh, tentu saja aku menguping pembicaraan searah tersebut.

“iya, resepsinya megah, mas.”

“……”

wah, aku rak isa ngincipi semua makanannya yoo… uakih jee. rak muat perutku.37

“……”

“anggur? buah anggur? kok aku rak ngerti yo.38

“……”

“oh, minuman to? wah, aku rak nggatekke39, mas.

“……”

“he’eh, beneran kok. resepsi nikahanne sampeyan apik tenan! mlongo aku.40

“……”

yo, yo, suwun41. salam buat istri.”

“……”

dan dengan muka ditekuk, Sinta mengomel di sampingku, “astaganaga, kok yo ana wong sesombong iki yo mba42. heran aku!”

dalam hati aku hanya sanggup mengucapkan syukur.

Semarang, Wednesday – 14.11.07

“jadi sudah sampai mana, bu? atau masih ngegantung gag jelas?”

“ya, prinsipnya Hari kan tidak mau berpacaran tapi dia juga merasa tidak sanggup untuk memberi janji ke aku hanya saja dia serius terhadapku dan hanya memintaku untuk bersabar menunggu.”

“hm… i respect what he said hanya saja bersabar kan ada banyak bentuknya. kalo memang Hari memintamu untuk bersabar, bersabar gimana maksudnya? bersabar menunggu dalam kepastian atau dalam ketidakpastian? itu aja siyh.”

“iya ya, bersabar menunggu dalam kepastian atau ketidakpastian. kamu cerdas, bu! haha… tengkyu, nanti aku tanyakan ke Hari.”

“haduuuh… jane sing PDKT ki sapa to?43 kenapa malah aku yang beride begini? dasar! ya stra, buruan tpun Hari dan saling menggoda kono44, hahahaha”

“iya, iya… aku sudah kebal terhadap kejahilanmu, tau! tengs yaa… tak tutup, dadah ibuuuu ”

“hyuk…”

waktu handphoneku masih menunjukkan 20:29, masih belum terlalu larut untuk mengganggu Hari.

ah, fren-nya pun aktif, dalam hatiku sudah terukir satu senyum gembira.

“tumben telepon, kan tau besok aku bakal puasa.”

“hehe… iya, cuman pingin nanya aja kok. boleh kah?”

“yaa… boleh-boleh aja. ana apa45?

“mas, sebenernya aku harus bersabar seperti apa siyh? bersabar menunggu sampeyan?”

“iya, kuncinya cuman satu. bersabar menunggu.”

“bersabar menunggu seperti apa? bersabar menunggu dalam kepastian atau bersabar menunggu dalam ketidakpastian?”

“hm… aku tidak bisa menjawabnya kalo kayak gitu. menikah kan tidak hanya sekedar akad nikah dan resepsinya aja kan. justru kehidupan setelah akad nikah ini yang penting. bagaimana mungkin aku bisa bertanggung jawab jika kehidupan setelah akad nikah tidak bisa aku jamin kesejahteraannya.”

“jadi?”

“ok, here’s the deal. bersabarlah menunggu hingga aku punya dana 15jt. sanggupkah?”

“15jt? berapa lama lagi?”

Semarang, Friday – 07.08.09

ya, aku bersahabat dekat dengan kesabaran terhadapnya selama 9 bulan. tidak sia-sia.

dari dalam kamar pengantin, aku mendengar suara bariton Hari yang mengucapkan kalimat akad nikahnya dengan lancar dan tenang. kudengar juga suara bergetar seorang lelaki tua yang selama ini selalu melindungiku dan dengan keikhlasannya beliau menyerahkan hidupku ke tangan Hari. disampingku kulihat ibu dan dua orang kakak perempuanku tertunduk menyadari adik bungsunya ini sudah menjadi milik orang lain. erat ibunda menggenggam tanganku.

lalu pelukan penuh kehangatan dari Githa yang masih saja sempat untuk menyelipkan keisengannya dengan memberikan kado pernikahanku yang tidak terbungkus sama sekali.

it’s a book. dengan judul berhurup besar dan tebal serta eye catching sekali.

“Kamasutra Arab”

oh my God!

sial!

~~

P.S.: sebenernya berniat membuat daftar Glosary-nya tapi eugh, kok banyak yak?! males jadinya 😛

P.P.S.: dan after a very bery deep thought, nama para pemainnya terpaksa harus disamarkan karena ya, ini based on a true story *ngewink ke seorang ibu yang pastinya sedang marah-marah-gembira sekarang ini 😀 *. etapi sebagai peran pembantu saia tetap narsis yak? heuheuheuheu… bawaan lahir siyh ya 😀

P.P.P.S.: ehm *melirik ke seorang teman baik* lunas yak utangku untuk membuat cerita cinta dengan dirimyu sebagai tokoh utamanya, ahahahahahhaha… semoga your love life pun juga berakhir bahagia seperti ini ya? paling enggak juga sebelum tanggal 070809, bukan? amien! 😀

anyway, semalam mendadak terlintas satu hal (out of the story above yak)

mendadak terpikir betapa sinis dan negatifnya caraku dalam menyikapi beberapa orang. dan itu semua dengan dasar idealismeku serta persepsi dan asumsiku pribadi. padahal persepsi dan asumsi adalah satu hal yang berbahaya jika dianut dengan membabi buta, bukan?

mendadak alarm menyala dan mengingatkan aku, “bu, dirimu bisa bersikap sinis dan penuh negative thinking karena dirimu blom pernah berada di posisi mereka, bukan? you’re not in their shoes currently and that makes you able to conclude some negative thing about them. siapa tau mereka bersikap baik ke kamu dan keukeuh berusaha menjaga silaturahmi denganmu karena mereka memang baik dan karena mereka ingin memperbaiki apa yang telah salah mereka lakukan padamu.”

for a moment there is a silent pause in my mind.

pause? iya, karena aku merasa bersalah sudah berasumsi negatif dan memandang mereka dengan penuh kesinisan.

tapi…

wait a moment!

“bu, dirimu bisa bersikap sinis dan penuh negative thinking karena dirimu blom pernah berada di posisi mereka, bukan? you’re not in their shoes currently and that makes you able to conclude some negative thing about them. siapa tau mereka bersikap baik ke kamu dan keukeuh berusaha menjaga silaturahmi denganmu karena mereka memang baik dan karena mereka ingin memperbaiki apa yang telah salah mereka lakukan padamu.

that’s the point!

i might not ever stand up in their shoes and for that reason, i could blame myself for being so cynic on them.

but they do every good things to me just because they feel guilty for some thing that they ever did to me which is wrong and that put me on legal area for being so cynic.

that’s it. case closed!

Advertisement